Sabtu, 10 Desember 2011

ASPEK-ASPEK KONTRAKTUAL SYARIAH PADA SAHAM, OBLIGASI, DAN REKSA DANA SYARIAH

ASPEK-ASPEK KONTRAKTUAL SYARIAH PADA SAHAM, OBLIGASI,
DAN REKSA DANA SYARIAH

Makalah

Disusun Oleh:
MUHAMMAD UMAR KELIBIA, S.H.I. M.S.I





A.      Pendahuluan
Pasar modal sebagai salah satu kegiatan ekonomi modern dapat dikonversikan ke dalam lembaga keuangan syariah yang merupakan bagian dari sistem ekonomi Islam. Pasar modal adalah tempat memperdagangkan surat berharga (efek) sebagai instrument keuangan jangka panjang. untuk dapat menjadi bagian dari lembaga keuangan syariah, pasar modal perlu melakukan pembenahan baik dari segi cara bertransaksi (akad) maupun produk yang dihasilakan perusahaan (emiten) yang bersangkutan. Salah satu upaya pembenahan dari segi akad yang dijalankan diantaranya terkait dengan instrument yang digunakan pada pasar modal itu sendiri.
Instrumen pasar modal adalah semua surat berharga yang diperdagangkan di bursa, karena itu bentuknya beraneka ragam. Namun dari sekian surat berharga yang diperdagangkan melalui pasar modal, dua yang paling utama ialah saham dan obligasi. Kemudian untuk dikonversi menjadi instrument pasar modal syariah, kedua jenis berharga atau efek tersebut ketika ditransaksikan di lantai bursa dengan menggunakan akad-akad syariah.
Instrumen yang boleh diperjual belikan dalam pasar modal syariah hannya apabila memenuhi criteria syariah, seperti saham, obligasi dan reksa dana syariah.
Penjelasan di atas menunjukan bahwa akad dalam bisnis syariah sungguh teramat peting demi kepastian hukum sebuah perjanjian, namun kontraktual seperti apa yang sah menurut hukum Isalam. Makalah ini mencoba membawa kita untuk memahami aspek-aspek kontraktual pada saham, obligasi, dan reksadana syariah.



B.      Saham Syariah
1.      Pengertian
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga.[1]
Saham merupakan surat bukti kepemilikan sebuah perusahaan yang merupakan penawaran umum (go public) dalam nominal ataupun presentase tertentu. Menurut Subagyo, saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu Perseroan Terbatas (PT). Hal ini yang sama juga diungkapkan oleh Alma, yang mendefinisikan saham sebagai surat keterangan tanda turut serta dalam perseroan. para pemegang andil merupakan pemilik perusahaan yang bisa menikmati keuntungan perusahaan sebanding dengan modal yang disetorkannya.[2]
Mayoriti ulama sepakat dalam membolehkan pengeluaran dan pengedaran saham.[3] Dalam Islam, saham pada hakikatnya merupakan modifikasi sistem patungan (persekutuan) modal dan kekayaan, yang dalam istilah fiqh dikenal dengan nama[4] syirkah (mitra usaha)[5]. Pengertian syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan usaha tertentu, dengan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, dengan resiko kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan konstribusi yang diberikan.

2.      Aspek-aspek kontraktual Saham Syariah
Dalam fiqh muamalah, pihak-pihak yang tergabung dalam persekutuan biasanya diikat melalui akad syirkah. Pemegang saham (shareholders) dalam syirkah disebut syarik. Dalam kenyataannya, para syarik ada yang sering berpergian, sehingga dapat terjun langsung dalam persekutuan. Dalam kondisi seperti ini, bentuk syirkah dimana para syirkah dapat mengalihkan kepemilikannya tanpa sepengetahuan pihak lain disebut musahamah. Bukti kepemilikannya disebut saham.
Persekutuan (syirkah) dapat dibagi menjadi beberapa macam. Namun ditinjau dari segi keterlibatan dalam manajemen pengelolaan usaha, akad syirkah dapat dibedakan menjadi dua kemungkinan :
a.       Apabila usaha berbentuk perusahaan persekutuan sehingga para investor dapat ikut secara langsung mengelola usaha, maka akad yang digunakan musyarakah. Sedangkan musyarakah sendiri jika kepemilikan saham masing-msing anggota perseroan jumlahnya sama disebut syirkah mufawadhah, sedangkan kalau kepemilikan berbeda satu dengan lainnya disebut syirkah inan
b.      Kemungkinan kedua investor membeli saham perusahaan meskipun secara langsung tidak turut mengelola usaha yang dijalankan. Apabila hubungan investor dengan perusahaan sebatas kepemilikan saham tanpa disertai ketertiban langsung dalam pengelolaan usaha, maka akad yang digunakan mudharabah. Dikatakan demikian, karena dalam ketentuan ini pihak investor hannya bertindak sebagai shahib al-mal dan perusahaan sebagai mudharib.
Berdasarkan ketentuan tersebut, berarti para pemegang saham memungkinkan untuk ambil bagian dalam mengelola/ memiliki perusahaan. Besar kecilnya kemungkinan tersebut tergantung dengan besar kecilnya saham yang dimiliki. Semakin besar presentase saham yang dimiliki, maka semakin besar pula hak suara yang dimiliki untuk menentukan kebijakan perusahaan.
Disamping itu, pemegang saham memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sesuai dengan proporsi saham yang dimiliki. Kemudian karena alasan tertentu yang sah menurut hukum, pemegang saham juga berhak untuk mengalihkan sebagian/ seluruh kepemilikan sahamnya kepada pihak lain.
Untuk mengalihkan kepemilikan saham kepada pihak lain, maka akad yang digunakan ialah jual beli. Namun agar dapat dijual belikan, saham harus mempersentasikan kepemilikan asset rill dari suatu perusahaan. Disamping itu untuk melindungi hak kepemilikannya (nominal shares). Pencantuman atas nama pemilik saham ini sesuai dengan ketentuan fiqh yang mensyaratkan saham harus dibeli dari pihak yang bersangkutan (bai' al-dayn li al-madin). Sedangkan jenis saham atas unjuk (beares shares) yang tidak menyebut nama pemiliknya tidak berlaku dalam pasar modal syariah. Jual beli saham jenis ini menurut para ahli fiqh kontemporer hukumnya batal, karena tidak diketahui pemiliknya.[6]



C.      Obligasi Syariah
1.      Pengertian
Obligasi merupakan surat utang dari lembaga atau perusahaan yang dijual kepada investor untuk mendapatkan dana segar. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk singkat suku bunga tertentu yang sangat bervariasi tergantung kekuatan bisnis penerbitnya. Dalam pasar uang yang sudah berkembang dengan baik bentuk dan jenis obligasi bisa mencapai belasan bahkan puluhan.
Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.[7]
Di dalam Islam, istilah obligasi lebih dikenal dengan istilah sukuk. Merujuk kepada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.[8] Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan harus dipenuhi, yakni aktivitas utama ( core business ) yang halal, dan tidak bertentangan dengan substansi fatwa DSN.
2.      Aspek-Aspek Kontraktual Dalam Obligasi Syariah
Obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan ( financing ) sekaligus investasi ( invesment ) memungkinkan beberapa bentuk struktur akad yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindari pada riba. Penerbitan obligasi dapat digunakan antara lain dalam transaksi: mudharabah/muqaradah/qiradh, musyarakah, murabahah, salam, istisna, dan ijarah.[9] namun di Indonesia hingga saat ini yang kebanyakan dilaksanakan di lapangan ada dua jenis obligasi syariah, diantara akad-akad muamalat yang dapat diaplikasikan dalam obligasi adalah sebagai berikut :
a.       Obligasi Syariah Mudharabah
Menurut Fatwa No: 33/DSN-MUI/IX/2002, yang dimaksud dengan Obligasi Syariah Mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad mudharabah dengan memperhatikan subtansi fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 7/DSN-MUI/IV/2002 tentang Pembiaan Mudharabah.[10] Dengan kata lain, istilah obligasi syariah mudharabah dapat diartikan sebagai surat penerbitan kontrak kerjasama untuk menjalankan usaha berdasarkan prinsip bagi hasi (profit and loss sharing). yaitu prinsip bagi hasil berdasarkan keuntungan dan kerugian dalam usaha.[11]
Dalam tinjauan teoritis, ada dua tipe akad mudharabah, yaitu”
1.      Mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat), pemilik modal (shahib al-mal) secara penuh untuk menginvestasikan dananya dalam usaha yang, menurut pertimbangan pengelola dana, layak tanpa memberi batasan semisal tempat, cara maupun jenis usahanya. Dalam kerangka tujuan tersebut, pihak pengelola dana dapat mencampurkan dana pihak pertama, baik dengan dana miliknya sendiri maupun dana pihak lain dengan perhitungan yang jelas.
2.      Mudharabah muqayyadah (investasi terikat), dimana pemilik dana memberikan restriksi dalam pengelolaan dananya, seperti dalam hal tempat, cara dan jenis usha yang dilakukan. Pembatasan ini bisa termasuk pula pembatasan untuk mencampurkan dana pihak pertama dengan dana-dana dari pihak lain. Selain itu pemilik dana dapat juga memberi batasan-batasan lain kepada pengelola dana, contohnya larangan kepada pengelola dana untuk melakukan transaksi penjualan yang dibayar dalam bentuk cicilan/penjamin, atau larangan kepada pengelola dana tersebut untuk meneruskan pengelolaan dana kepada pihak ketiga.
Pada tataran praktek obligasi mudharabah dikeluarkan oleh perusahaan (mudharib/emiten) kepada investor (saibul maal) dengan tujuan untuk pendanaan proyek tertentu yang dijalankan perusahaan. Proyek ini sifatnya terpisah dengan aktifitas umum perusahaan. Keuntungan didistribusikan secara periodic berdasarkan nisbah tertentu yang telah disepakati. Sedangkan apabila terjadi kerugian, resiko akan ditanggung secara bersama sesuai dengan bentuk dan jumlah modal yang disertakan.
            Selain telah mempunyai pedoman khusus, terdapat beberapa alasan lain yang mendasari pemilihan struktur obligasi syariah mudharabah, diantaranya:
1.      Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang relative panjang;
2.      Rasio atau presentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue sharing) atau keuntungan (profit sharing). tetapi, Fatwa No: 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang Prinsip Distribusi Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah memberi pertimbangan bahwa dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip revenue sharing;
3.      Nisbah ini dapat dietapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan Emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
4.      Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayar oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antrara nisbah pemegang obligasi dengan pendapatan/ keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.
5.      Pembagian hasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodic (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan).
6.      Karena besarnya pendapatan bagi haslil akan ditentukan oleh kinerja actual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.
Untuk mengetahui prinsip dasar pembagian hak dan kewajiban dalam obligasi syariah mudharabah, perhatikan dari skema matriks berikut:
No
Hak dan kewajiban Obligasi Syariah Mudharabah
Pihak Pemilik Modal (Shahib al-Mal)
Pihak Pengelola Modal (Mudharib)
1
Menerima bagian laba tertentu yang disepakati dalam Mudharabah
Menerima bagian laba tertentu sesuai yang disepakati dalam Mudharabah
2
Meminta jaminan dari mudharib atau pihak yang dapat digunakan apabila melakukan pelanggaran atas akad mudharabah. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan kebendaan dan atau jaminan umum, seperti jaminan perusahaan (corporate gruarante) dan jaminan pribadi (personal guarantee)
Mengelola kegiatan usaha untuk tercapainya tujuan Mudharabah tanpa campur tangan shahib al-mal
3
Mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan oleh mudharib
Mengelola modal yang telah diterima dari shahib al-mal sesuai dengan kesepakatan, dan memperhatikan syariah Islam serta kebiasaan yang berlaku
4
Menyediakan seluruh modal yang disepakati
Kesiapan mengelola seluruh kerugian usaha yang diakibatkan kelalaian, kesengajaan atau pelanggaran mudharib atas mudharabah
5
Menanggung seluruh kerugian usaha yang tidak diakibatkan oleh kelalaian,kesenjangan dan atau pelanggaran mudharib atas mudharabah
Menanggung seluruh kerugian usaha yang diakibatkan oleh kelalaian, kesengajaan dan atau pelanggaran mudharib atas mudharabah
6
Menyatakan secara tertulis bahwa shahib al-mal menyerahkan modal kepada mudharib untuk dikelola oleh mudharib sesuai dengan kesepakatan (pernyataan ijab)
Menyatakan secara tertulis bahwa mudharib lebih menerima modal dari sahib al-mal dan berjanji untuk mengelola modal tersebut sesuai dengan kesepakatan (pernyataan qabul)


b.      Obligasi Ijarah
            Obligasi Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad Ijarah. Ijarah adalah suatu akad untuk menggunakan manfaat suatu barang atau jasa dengan memberikan imbalan. Artinya pihak yang menyewa memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan objek yang diijarahkan, namun dengan kewajiban penyewa harus memberikan imbalan sesuai dengan hasil kesepakatan.
Dalam akad ijarah, pada prinsipnya terjadi pemindahan manfaat yang bersifat sementara, namun tidak disertai adanya perpindahan kepemilikan.
Ketentuan akad ijarah sebagai berikut :
a.       Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
b.      Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
c.       Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
d.      Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa / upah. Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
e.       Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a.       Investor dapat bertindak seba Sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor. Dan propery owner, dapat bertindak sebagai dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor) dengan property owner  (sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa menyewa (ijarah).
b.      Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka diterbitkanlah surat  berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi tersebut, emiten waib membayar pendapatn kepada investor berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sebagai contoh transaksi obligasi ijarah adalah pemegang obligasi memberi dana kepada Toko Matahari untuk menyewa sebuah ruangan guna keperluan ekspansi. Yang mempunyai hak manfaat atas sewa ruangan adalah pemegang obligasi, tetapi ia menyewakan / mengijarahkan kembali kepada Toko Matahari. Jadi harus membayar kepada pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang dikeluarkan ditambah return sewa yang telah disepakati.[12]

D.      Reksadana Syariah
  1. Pengertian
Reksadana berasal dari kata "reksa" yang berarti aga atau pelihara dari kata "dana" berarti uang. Sehingga reksadana dapat diartikan sebagai kumpulan uang yang dipelihara. Reksadana pada umumnya diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek (saham, obligasi, valuta asing atau deposito) oleh manajer Investasi.
UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 27, menyatakan bahwa Reksa dana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Sementara, Maunurung (2002) mendefinisikan rekksadana sebagai kumpulan dana dari masyarakat yang diinvestasikan pada saham, obligasi deposito berjangka, pasar uang, dan sebagainya. Selain itu dapat juga dinyatakan Reksadana merupakan kumulan dana dari sejumlah investor yang dikelola oleh manajer investasi (fund manager) untuk investasikan ke dalam portofolio Efek. Yang dimaksud "efek" sendiri adalah surat-surat berharga, termasuk surat pengakuan utang, saham, obligasi, dan pasar uang.[13]
Reksadana merupakan salah satu alternativ investasi bagi masyarakat permodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka. Reksadana dirancang sabagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal dan mempnunyai keingian untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu, reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran modal local untuk berinvestasi di Pasar Modal.
Fatwa DSN (Dewn Syariah Nasional) MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2000 mendefinisikan Reksadana syariah sebagai Reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (sahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer Investasi sebagai wakil sahib al-mal, maupun antara manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.[14]
Sedangkan reksadana syariah mengandung makna sebagai reksadana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syariat Islam. Reksadana syariah, misalnya tidak menginves-tasikan pada saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang penglolaan atau produknya bertentangan dengan syariat Islam.  Seperti pabrik makanan/minuman yang megandung alcohol, daging babi, rokok dan tembakau, jasa keuangan konvensional, pertahanan dan persenjataan serta bisnis hiburan yang berbau maksiat.
Setidaknya ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dengan berinvestasi pada reksadana syariah, antara lain; investasi sesuai kesanggupan (terjangkau), bukan objek pajak (bebas pajak), perkembangan  dapat dipantau secara  harian  melalui  media (termasuk  beberapa  koran),  hasil relatif lebih tinggi (dibanding deposito), mudah dijangkau (ada yang bisa dengan ATM dan Phoneplus), yang terpenting juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan akan diaudit secara rutin.
Modal untuk memulai investasi pada produk ini bisa bervariasi ada yang minimal Rp 5 juta seperti BSM Investa Berimbang, atau  Rp 1 juta untuk BNI Dana Syariah, bahkan ada yang hanya Rp 250 ribu. Untuk pemesanannya pun relatif mudah tinggal mendatangi kantornya masing-masing.  Untuk  BNI  Dana  Syariah  dan  BSM  Investa  Berimbang  tinggal  mendatangi  Kantor Cabang BNI Syariah dan BSM yang sudah relatif tersebar.[15]

  1. Aspek Kontraktual Pada Reksadana Syariah
Mekanisme operasional antara pemodal dengan Manajer Investasi dalam Reksadana syariah menggunakan sistem wkalah. Pada akad wakalah tersebut, pemodal memberikan mandat kepada manajer Investasi untuk melakukan Investasi bagi kepentingan pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam prospektur. Investasi hannya dilakukan pada instrument keuangan yang sesuai dengan syariah Islam. Instrument tersebut meliputi Instrumen saham sesuai syariah, penempatan dalam deposito pada Bank umum syariah, dan surat utang jangka panjang dan jangka pendek yang sesuai dengan prinsip syariah.[16]
Sekali lagi dijelaskan bahwa operasional Reksa Dana syariah terdiri dari: wakalah antara manajer investasi dan pemodal, serta mudarabah antaramanajer investasi dan dengan pengguna investasi.[17]
Akad antar investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah/qiradh. Yang dimaksud dengan mudharabah di sini adalah:
"seorang memberikan hartanya kepada yang lain untuk memperdagangkan dengan ketentuan bahwa syarat-syarat yang disepakati kedua belah pihak. Warga Iraq menyebutkan mudharabah sedangkan warga hijaz menyebutnya Qirad".
"Pemilik harta (modal) memberikan harta kepada pekerja untuk menjadi modal dagang syarat yang disepakati kedua pihak". Dengan demikian mudharabah/qirad disepakati bolehnya dalam syariah oleh 4 mazhab fiqih Islam.[18]
Karakteristik mudharabah adalah sebagai berikut:
1.      Pembagian keuntungan antara pemodal (yang diwakili oleh manajer investasi) dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang ditentukan dalam akad yang telah ditentukan bersama dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada si pemodal.
2.      Pemodal menanggung risiko sebesar dana yang telah diberikan.
3.      Manajer investasi sebagai wakil pemodal tidak menanggung risiko kerugian atas investasi yang dilakukan sepanjang bukan karena kelalaian.[19]



KESIMPULAN
Pada prinsipnya setiap sesuatu dalam muamalat adalah dibolehkan selama tidak bertentangan dengan syariah, mengikuti kaidah fiqih yang dipegang oleh mazhab dan para fuqaha lainnya yaitu: "prinsip dasar dalam transaksi dan syarat-syarat yang berkenaan dengannya ialah boleh diadakan, selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan dengan nash syariah"
Syarat-syarat yang berlaku dalam sebuah akad, adalah syarat-syarat yang ditentukan sendiri oleh kaum muslimin, selama tidak  melanggar ajaran Islam. Dalam Saham, Obligasi dan Reksa Dana Syariah berisi akad-akad yang dibolehkan oleh Islam.








DAFTAR PUSTAKA

Huda Nurul, Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, tahun 2007

Muhammad Sya'ban Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut Pandangan Islam, Kuala Lumpur: Jasmin Enterprise 2007

www.Bataviase.co.id. Download 12 April 2010


Hosen M. Nadratuzzaman dan Ali A.M. Hasan, Tanya Jawab Ekonomi & Bisnis Syari’ah, Cet 1, Bandung: PT Slamadani Pustaka Semesta 2009

S Burhanudin. Pasar Modal Syariha: Tinjauan Hukum, Cet 1, Yogyakarta: UII Press, 2009

Firdaus Muhammad, dkk. Konsep Dasar Obligasi Syariah. Renaisan, 2005

Budi Azis Setiawan, Reksadana Syariah; Alternatif Investasi Islami, (Peneliti di The Indonesia Economic Intelligence). Jakarta: Majalah Hidayahtullah. 2005

Abdul Muhammad Manan, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1997

Fauzan, M . Edisi Revisi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Perdana Media Grup, dierbitkan Atas Kerjasama Pusat Pengkajian Hukum Islam Dan Masyarakat Madani (PPHIMM). 2009

Nadratuzzaman Hosen dan A.M. Hasan Ali, 50 Tanya Jawab Ekonomi & Bisnis Syariah. Bandung: Salamadani. 2009








[1]  www.Bataviase.co.id. Download 12 April 2010

[2] Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution,  Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Cet. 2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. hlm 61.  

[3] Sya'ban Muhammad Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut Pandangan Islam, Kuala Lumpur: Jasmin Enterprise 2007. hlm 117

[4]Ibid.,

[5] Muhammad Abdul Manan, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1997. hlm 167
[6] Burhanudin S. Pasar Modal Syariha: Tinjauan Hukum, Cet 1, Yogyakarta: UII Press, 2009.hlm  51-53
[8] M. Nadratuzzaman Hosen dan A.M. Hasan Ali, Tanya Jawab Ekonomi & Bisnis Syari’ah, Cet 1, Bandung: PT Slamadani Pustaka Semesta 2009. hlm 29.
[9] Drs. H. M. Fauzan, SH., MM., MH. Edisi Revisi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Perdana Media Grup, dierbitkan Atas Kerjasama Pusat Pengkajian Hukum Islam Dan Masyarakat Madani (PPHIMM). 2009. hlm 172.

[10]  Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, tahun 2007, hlm. 86.

[11] M. Nadratuzzaman Hosen dan A.M. Hasan Ali, 50 Tanya Jawab Ekonomi & Bisnis Syariah. Bandung: Salamadani. 2009.hlm 52
[12] Dr. Muhammad Firdaus, dkk. Konsep Dasar Obligasi Syariah, Renaisan,2005, hlm. 29.

[13] Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution. Investasi Pada Pasar Modal Syariah, cet 1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008.hlm. 109.

[14] Burhanudin S. Pasar Modal Syariha: Tinjauan Hukum, Cet 1, Yogyakarta: UII Press, 2009.hlm  74.
[15] Artikel yang ditulis oleh Azis Budi Setiawan, Reksadana Syariah; Alternatif Investasi Islami, (Peneliti di The Indonesia Economic Intelligence). Jakarta: Majalah Hidayahtullah. 2005. hlm 2
[16]  Ibid., hlm 119-122.

[17] Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Pernada Media Group, 2007. hlm 104

[18] Ibid.,hlm 109

[19] Ibid., hlm 105

Tidak ada komentar:

Posting Komentar